Jakarta, DTulis.com - Akselerasi capaian Desa Tangguh Bencana atau Destana diperlukan guna mendorong ketangguhan terhadap bencana di tingkat komunitas. Berbagai upaya yang ditempuh guna mendorong akselerasi tersebut perlu untuk memperhatikan konteks lokal di setiap daerah. Dengan demikian, akselerasi capaian Destana dapat dilaksanakan secara optimal.
Demikian salah satu poin diskusi mengenai akselerasi capaian Destana yang mengusung tema “Desa Tangguh Bencana (Destana): Akselerasi Capaian Destana dengan Pendekatan Konteks Lokal yang
diadakan pada Kamis (7/9) kemarin.
Diskusi tersebut mengisi rangkaian hari kedua Sarasehan Antar Daerah Untuk Penguatan Penanggulangan Bencana atau SADAR-PB 3 yang berlangsung pada Rabu (6/9) dan Kamis (7/9) kemarin.
SADAR-PB merupakan inisiaÆŸf Program SIAP SIAGA guna memfasilitasi dialog berbasis bukti terkait isu-isu utama dalam penanggulangan bencana yang melibatkan pemerintah pusat dan daerah, serta pemangku kepenÆŸngan lainnya.
Program SIAP SIAGA adalah Kemitraan Australia-Indonesia untuk Manajemen Risiko Bencana yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan Indonesia dalam mencegah, mempersiapkan,
menanggapi, dan memulihkan diri dari bencana serta memperkuat kerja sama antara Australia dan Indonesia dalam aksi kemanusiaan di kawasan Indo Pasifik.
”Pemerintah Australia mendukung penuh keberhasilan program Destana di seluruh Indonesia.
Melalui berbagai inovasi yang dilakukan di ÆŸngkat daerah bersama-sama dengan pemangku kepentingan-kepentingan lain seperti Bappeda, dinas sosial dan Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (Bapermades), kami percaya akselerasi capaian program Destana dapat terwujud,” kata Sarah Stein, First Humanitarian, Kedutaan Australia untuk Indonesia.
Diskusi tersebut dibagi dalam dua sesi. Di sesi pertama, pembicara yang hadir antara lain Direktur Fasilitasi Pemanfaatan Dana Desa Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Luthfy Latief, Subdit Pemulihan dan Penguatan Sosial Kementerian sosial Dika Yudhistira Rizqi, dan Direktur Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Pangarso Suryotomo, dengan penanggap Asisten Deputi Kedaruratan dan Manajemen Pasca
Bencana, Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Nelwan Harahap.
Adapun pembicara di sesi kedua antara lain Analis Kebencanaan Ahli Muda BPBD Jawa Timur Dadang Iqwandy, Kepala Bidang Pencegahan & Kesiapsiagaan BPBD Nusa Tenggara Barat Syamsiah Samad, Analis MiÆŸgasi Bencana BPBD Nusa Tenggara Timur Heyn Peter Ahab, dan Wakil Sekretaris Forum PRB Bali Dewi Reny Anggraeni.
Desa Tangguh Bencana dimaknai sebagai desa yang memiliki kemampuan mandiri untuk beradaptasi dan menghadapi ancaman bencana, serta memulihkan diri dengan segera dari dampak bencana yang
merugikan jika terkena bencana. Dengan kata lain, Destana berarti desa yang mampu untukmengenali ancaman, mengelola sumber daya untuk mengatasi kerentanan, dan meningkatkan kapasitas untuk mengurangi risiko bencana.
Direktur Kesiapsiagaan BNPB Pangarso Suryotomo memaparkan perkembangan kemajuan, tantangan, dan peluang pelaksanaan kebijakan Destana sesuai Perka 1/2012 tentang Pedoman Umum Destana. Perka tentang Destana tersebut direncanakan untuk direvisi dalam rangka
mendorong akselerasi capaian Destana.
“Kami minta SIAP SIAGA untuk membantu me-review dan memperbarui Perka 1/2012 menjadi Perka yang baru tanpa mengurangi substansi, tapi menambah substansi terkait dengan bagaimana agar
keluarga tangguh bencana dan penilaian ketangguhan desa itu bisa dilaksanakan oleh semua pihak. Karena Destana itu adalah gerakan, yang dilakukan oleh semua pihak,” kata Pangarso Suryotomo.
Dari aspek pendanaan, Direktur Fasilitasi Pemanfaatan Dana Desa, Kementerian Desa PDTT Luthfy Latief menjelaskan kebijakan pemanfaatan Dana Desa sesuai Peraturan Menteri Desa PPDT Nomor 8 Tahun 2022 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2023. Ia menyinggung tentang peluang penggunaan Dana Desa untuk membiayai kegiatan penanggulangan bencana di ÆŸngkat komunitas.
“Kami sudah buka ruangnya agar Dana Desa dapat digunakan untuk miÆŸgasi dan penanggulangan bencana, yaitu melalui Permendes 8/2022 di prioritas keÆŸga pengunaan dana desa 2023. Desa dapat
langsung menggunakannya hanya melalui mekanisme musyawarah, yang juga ÆŸdak perlu terlalu formal. Misalnya di tempat pengungsi mereka sepakat untuk menggunakan dananya untuk
penanggulangan bencana skala desa, maka silakan dipakai,” kata Luthfy Latief.
Luthfy menambahkan bahwa saat ini permendes penggunaan dana desa untuk periode 2024 sedang dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM. Namun dia memastikan bahwa
penggunaan dana desa untuk mitigasi dan penanggulangan bencana alam maupun nonalam tetap menjadi salah satu prioritas
Sedangkan Subdit Pemulihan dan Penguatan Sosial Kementerian Sosial Dika Yudhistira Rizqi membahas Destana dengan menerangkan kebijakan dan pelaksanaan Kampung Siaga Bencana (KSB) dalam konteks perwujudan ketangguhan bencana di tingkat lokal, serta peran Kemensos di dalamnya.
“Kampung Siaga Bencana ini basisnya kawasan yang kerentanan bencananya sama, bukan per desa karena pasti akan sulit mencapai ketangguhan secara keseluruhan. Sesuai program perlindungan sosial dari Kemensos yang terkait dengan penanggulangan bencana, masyarakat di situ tidak hanya dilatih dan ditingkatkan skill-nya dalam penanggulangan bencana, tapi juga ada buffer program sehingga ketika terjadi bencana mereka otomatis menjadi penerima bantuan sosial yang ada di kemensos secara adapÆŸf,” ujar Dika Yudhistira.
Upaya mendorong desa memenuhi kriteria Destana merupakan salah satu agenda utama yang telah tertuang di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) provinsi. Oleh karena
itu, sesi kedua dari diskusi difokuskan untuk membahas pengalaman masing-masing provinsi dalam mendorong akselerasi capaian Destana. Masing-masing perwakilan provinsi di sesi ini berbicara
tentang kemajuan, tantangan, dan peluang pelaksanaan kebijakan Destana, penerapan aspek gender dan inklusi sosial dalam pelaksanaan program Destana, serta tantangan maupun peluang yang
dihadapi dalam mendorong akselerasi capaian Destana di wilayah masing-masing. Dari pengalaman tersebut, bisa disimpulkan bahwa inisiaÆŸf akselerasi capaian Destana di daerah perlu
memperÆŸmbangkan konteks lokal, kapasitas fiskal daerah, sumber daya manusia, dan dukungan
penuh pemerintah kabupaten.
“Ada keunikan di Bali, yaitu selain memiliki 716 desa dinas juga ada 1.493 desa adat. Jadi karena masyarakat Bali sangat patuh pada adat, maka pendekatan adatlah yang kami lakukan untuk mengejar ketangguhan bencana. Majelis Adat di provinsi dan kabupaten sangat mendukung (pendekatan ini), sehingga saat ini sedang disusun juklak bagaimana melakukan strategi untuk
ketangguhan desa dengan tetap mengacu pada sistem penanggulangan bencana nasional namun tetap dengan pendekatan desa adat,” kata Dewi Reny Anggraeni, Wakil Sekretaris Forum Pengurangan Risiko Bencana Provinsi Bali.
Terkait akselerasi capaian Destana, sejak tahun 2020 hingga saat ini, Program SIAP SIAGA telah bekerjasama dengan seluruh mitra terkait di provinsi binaan untuk mendukung kegiatan akselerasi Destana, khususnya di wilayah Provinsi Jawa Timur, NTT, NTB dan Bali.
0 Komentar