Breaking News

Ekonomi Sri Lanka Ambruk dan Apa yang akan Terjadi? Ini Penjelasannya


Sri Lanka, DTulis.com - Para ekonom mengatakan krisis itu berawal dari faktor domestik, seperti salah urus (mismanagement) selama bertahun-tahun dan korupsi. Sebagian besar kemarahan publik dipusatkan pada Presiden Gotabaya Rajapaksa dan saudaranya, mantan perdana menteri Mahinda Rajapaksa. Mahinda Rajapaksa mengundurkan diri Mei lalu setelah demonstrasi anti-pemerintah selama berminggu-minggu yang akhirnya bergulir menjadi aksi kekerasan.

Seperti dilansir VOAIndonesia Beberapa tahun terakhir situasi ini semakin memburuk. Bom bunuh diri di gereja dan hotel saat perayaan Paskah tahun 2019 menewaskan lebih dari 260 orang. Insiden ini menghancurkan pariwisata, yang merupakan sumber utama devisa.

Melonjaknya utang luar negeri untuk proyek infrastruktur besar membuat pemerintah berupaya meningkatkan pendapatannya. Salah satunya dengan mendorong pemotongan pajak terbesar dalam sejarah Sri Lanka. Pemotongan pajak ini baru diubah setelah kreditur menurunkan peringkat Sri Lanka, yang menghalangi negara ini untuk meminjam lebih banyak urang karena merosotnya cadangan devisa. Pandemi juga membuat dunia pariwisata Sri Lanka merosot.

Pada April 2021, Rajapaksa secara tiba-tiba melarang impor pupuk kimia. Dorongan untuk pertanian organik mengejutkan para petani dan menghancurkan tanaman padi, yang menjadi tanaman pokok di Sri Langka. Harga-harga kebutuhan pun mulai melonjak. Untuk menghemat devisa, impor barang lain yang dianggap sebagai barang mewah juga dilarang.


Perang Rusia di Ukraina sejak Februari 2022 mendorong harga pangan dan BBM lebih tinggi lagi.

Walhasil inflasi Sri Lanka mendekati 40% dan harga pangan naik hampir 60% Mei lalu.

Kementerian Keuangan Sri Lanka mengatakan negara itu hanya memiliki cadangan devisa yang dapat digunakan sebesar 25 juta dolar. Hal ini membuat negara itu tidak memiliki kemampuan untuk membayar impor, apalagi membayar miliaran utang.

Nilai rupee Sri Lanka melemah menjadi 360 rupee per dolar Amerika. Hal ini membuat biaya impor menjadi lebih mahal.

Sri Lanka telah menangguhkan pembayaran pinjaman luar negeri bernilai sekitar tujuh miliar dolar yang jatuh tempo tahun ini, dari 25 miliar dolar yang harus dilunasi pada tahun 2026.

Bantuan Asing

Sejauh ini India telah memberikan kredit empat miliar dolar. Delegasi India telah datang ke Kolombo bulan Juni lalu untuk membicarakan lebih banyak bantuan,

tetapi Wickremesinghe memperingatkan agar negara itu tidak terlalu bergantung pada India.

“Sri Lanka menggantungkan harapan terakhir pada IMF,” demikian judul berita utama suratkabar Colombo Times. Pemerintah memang sedang berunding dengan IMF untuk rencana menerima dana talangan, di mana Wickremesinghe mengatakan kesepakatan awal sedianya tercapai pada awal musim panas ini.


Sri Lanka juga telah meminta bantuan dari China. Beberapa negara, antara lain Amerika, Jepang dan Australia juga telah memberi dukungan beberapa ratus juta dolar.

Sebelumnya PBB juga meluncurkan seruan publik untuk memberikan bantuan pada Sri Lanka. Sejauh ini proyeksi pendanaan hampir tidak menyentuh enam miliar dolar, yang diperlukan negara itu untuk bertahan selama enam bulan ke depan.

Dalam wawancara dengan Associated Press, Wickremesinghe mengatakan sedang mempertimbangkan untuk membeli lebih banyak BBM dari Rusia dengan diskon yang lebih besar guna menutupi kekurangan BBM di dalam negeri.

0 Komentar


Type and hit Enter to search

Close