Mataram, DTulis.com – Seorang oknum redaktur media di NTB diduga merangkap jabatan sebagai anggota Dewan Pengawas (Dewas) di RSUD Tripat, Lombok Barat. Kondisi ini memicu kritik dari berbagai kalangan, karena dinilai mencoreng independensi dan integritas profesi jurnalis.
Pengamat Publik Ade Ray menilai jabatan tersebut bisa saja berpotensi mempengaruhi objektivitas sang redaktur dalam menjalankan tugas jurnalistik, terutama jika berkaitan dengan kritik terhadap kebijakan pemerintah daerah yang tidak berpihak kepada masyarakat.
"Tugas dan fungsi sebagai jurnalis bisa tergadaikan demi menjaga kepentingan penguasa. Ini jelas merugikan publik," ujarnya.
Dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Pasal 1 menegaskan bahwa wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Salah satu unsur independensi adalah menghindari benturan kepentingan yang dapat memengaruhi objektivitas pemberitaan.
Ketua Dewan Kehormatan Daerah (DKD) PWI NTB H. Abdus Syukur mengatakan bahwa ketika seorang redaktur media cetak merangkap jabatan sebagai sekretaris KONI, dewan pengawas rumah sakit, dan ketua FKDM, potensi benturan kepentingan menjadi besar. "Jabatan-jabatan tersebut memiliki kepentingan publik yang bisa menjadi objek liputan atau kritik media. Jika wartawan berada di dalamnya, dikhawatirkan sulit menjaga jarak profesional," ujarnya kepada media ini pada Kamis (14/8/2025).
Lebih lanjut, Abdus Syukur juga menjelaskan bahwa rangkap jabatan tersebut melanggar KEJ, namun yang bersangkutan harus mampu membuktikan bahwa tugas jurnalistiknya tidak tersandera oleh kepentingan jabatan lain. "Di sisi lain, perusahaan pers perlu memastikan penugasan dan liputan wartawannya bebas dari intervensi dan konflik kepentingan," jelasnya.
Adapun prinsipnya, menjaga marwah profesi wartawan itu penting. Jika rangkap jabatan berpotensi mengurangi independensi dan kredibilitas, maka perlu evaluasi demi tegaknya etika dan kepercayaan publik terhadap media.
Labih lagi, Ketua DKD PWI NTB menambahkan bahwa secara aturan formal, wartawan yang merangkap jabatan strategis di luar dunia pers tidak otomatis wajib berhenti dan tidak ada undang-undang yang langsung memerintahkan begitu.
"Namun, secara Kode Etik Jurnalistik dan Pedoman Perilaku Wartawan (khususnya dari Dewan Pers), posisi rangkap seperti sekretaris KONI, dewan pengawas Rumah Sakit, atau ketua FKDM sangat rawan benturan kepentingan," tegasnya.
Selain itu, Abdus Syukur juga mengungkapkan bahwa Jika seseorang tetap memegang kartu pers dan posisi redaktur, maka Ia bisa dianggap tidak independen karena berpotensi memberitakan atau menutupi hal yang berkaitan dengan lembaga tempat ia menjabat. "Kredibilitas medianya ikut dipertaruhkan dan Dewan Pers biasanya akan menganjurkan," ungkap Ketua DKD PWI NTB.
Sementara itu, Ketua DKD PWI NTB H. Abdus Syukur juga menerangkan, wartawan wartawan atau redaktur harus memilih salah satu demi menjaga profesionalisme. "Jadi, demi menjaga marwah dan integritas profesi, sebaiknya dia nonaktif atau mengundurkan diri dari jabatan wartawan atau redaktur selama memegang jabatan-jabatan tersebut, atau sebaliknya melepaskan jabatan luar dan tetap fokus di jurnalistik," tutupnya.
0Komentar