Lombok Barat, DTulis.com - Pemerintah Lombok Barat seakan ingin cuci tangan atas kejadian yang menewaskan seoarang siswa SMP Negeri 5 Lembar saat rekreasi bertajukan "Tulak Jok Narmada", hal ini diungkapkan langsung oleh Ketua 6 Sekawan, Nurdin.
Dalam postingan Instagramnya, Wakil Bupati Lombok Barat, Nurul Adha berpesan kepada semua guru agar meningkatkan kewaspadaan menjaga siswa/siswi dalam kegiatan outing Class atau lainnya.
" Jika melihat postingan statment Wakil Bupati Lombok Barat, hanya membebankan ke guru saja, sementara SOP di Wisata Taman Narmada gak diberi pesan untuk ditingkatkan,"tungkas ketua 6 Sekawan, Nurdin.
Ketua 6 Sekawan Nurdin mengatakan bahwa jangan menitik beratkan tanggung jawab ini kepada guru. " Tanpa intruksi sekolah bisa saja mengajak anak didiknya ke tempat lain, namun karena intruksi ini para guru terpaksa jauh jauh pergi ke narmada. Entah mereka karena takut dipindah, makanya ngikut aja,"terangnya, Jum'at (19/12/2025).
Selain itu, Meninggalnya seorang siswa SMP di kolam Taman Narmada adalah peringatan serius tentang kelalaian sistemik, bukan sekadar kecelakaan. "Ketika kunjungan siswa dilakukan secara massal dalam kerangka program pemerintah daerah, maka tanggung jawab keselamatan melekat penuh pada pemerintah daerah, mulai dari pengelola teknis hingga kepala daerah," tambahnya.
Lebih lanjut, ia juga meminta polisi agar tidak ragu menegakkan hukum secara tegas dan profesional. "Jika terbukti tidak ada pengawasan kolam yang siaga, SOP keselamatan tidak dijalankan, atau fasilitas tidak memenuhi standar, maka unsur kelalaian yang menghilangkan nyawa patut diuji secara pidana," ujarnya.
Sementara itu, Nurdin juga mengaskan bahwa penutupan sementara Wisata Taman Narmada tanpa kejelasan proses hukum hanya akan melukai rasa keadilan publik.
Lebih dari itu, Bupati Lombok Barat tidak bisa cuci tangan. Program yang mendorong atau mewajibkan sekolah hadir ke Taman Narmada adalah kebijakan pemerintah daerah.
"Ketika kebijakan tersebut berujung pada hilangnya nyawa anak, maka tanggung jawab moral, administratif, dan politik berada di pundak kepala daerah. Evaluasi internal saja tidak cukup, harus ada pertanggungjawaban nyata," tambahnya.
"Kasus ini harus menjadi preseden hukum, bahwa keselamatan anak tidak boleh dikorbankan atas nama program, citra daerah, atau target kunjungan. Jika daerah lalai melindungi anak-anaknya, maka aparat penegak hukum wajib hadir untuk menegakkan keadilan, bukan sekadar mengamankan situasi,"tutupnya.

0Komentar