Breaking News

Pemprov NTB Programkan JKK dan JKM untuk 10 ribu Petani & buruh tani tembakau



Mataram, DTulis.com - Kesejahteraan petani dan buruh tani tembakau menjadi perhatian besar dari Pemerintah, baik pusat maupun daerah. Karena itu, melalui anggaran DBHCHT tahun 2022 ini Gubernur NTB telah mengalokasikan sebagian dari alokasi DBHT untuk program perlindungan sosial bagi petani dan buruh tani tembakau se NTB. 

" Tahun ini selain kita mengalokasikan DBCHT untuk pelatihan keterampilan bagi petani/buruh tani tembakau, kita juga programkan JKK dan JKM untuk perlindungan sosial bagi 10 ribu orang untuk petani dan/atau buruh tani tembakau," ujar Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, S.Sos, M.H saat Memimpin Rapat Koordinasi dan verifikasi data Petani dan Buruh Tani Tembakau se Pulau Lombok di Hotel Aston, Kamis (09/06/2022).

Berdasarkan data statistik, terdapat lebih dari 42 ribu orang  petani dan buruh tani  tembakau di NTB. Dari jumlah tersebut, sekitar 20 ribu lebih berada di kabupaten Lombok Timur, kemudian belasan ribu di Loteng dan Sisanya  lobar dan KLU. Sedangkan di Pulau Sumbawa sebanyak 3 ribu orang dengan jumlah terbesar berada di Kabupaten Dompu.

Namun karena alokasi di provinsi yang sangat terbatas, sehingga untuk pemberian program perlindungan sosial akan dilakukan secara bertahap dan diharapkan kedepannya juga dialokasikan  dari kabupaten/Kota serta sebagian dari CSR perusahaan/industri tembakau. 

Pada program tahun ini, diberikan dalam bentuk program Jaminan Kecelakaan kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM). 

Sasarannya adalah untuk petani dan buruh tani tembakau yang miskin, yang jauh dari akses. Sehingga jika sesuatu yang buruk terjadi kepada pekerja yang menjadi tulang punggung keluarga, keluarganya bisa dilindungi dan anak-anaknya bisa melanjutkan pendidikan. 

"Di tengah keterbatasan yang ada, kami mengalokasikan DBHCHT untuk perlindungan Petani dan Buruh Tani tembakau. Sehingga kami mohon kerja sama kepada pemerintah Kabupaten/Kota agar tujuan mulia kita untuk menekan jumlah kemiskinan dan pengangguran ini dapat tercapai. Ini sebagai bukti kehadiran pemerintah di tengah masyarakat," ujar Gde. 

Selain itu, Gde juga menyampaikan bahwa kebanyakan keluarga PMI yang ditinggalkan merupakan petani dan buruh tani tembakau. Karena itu, perlu perhatian khusus untuk perlindungan PMI dengan cara mencegah keberangkatan PMI non procedural.

Berdasarkan data, ada 535.000 warga NTB yang bekerja di luar negeri yang tersebar di ratusan negara penempatan di seluruh dunia, dengan negara penempatan terbanyak adalah Malaysia dan Timur Tengah.

Data dari PMI pusat menyebutkan jumlah warga Indonesia yang bekerja di luar negeri sebanyak 9 juta orang, tetapi berangkat secara prosedural hanya 4,3 juta. Penyebab banyaknya PMI unprocedural salah satunya, yaitu banyak yang berangkat dengan visa kunjungan, tetapi sampai negara penempatan mengubah visanya menjadi visa bekerja. Memang dari segi visa legal tapi akan menjadi sangat rawan, karena pemerintah tidak bisa melacak sehingga PMI tidak bisa mendapatkan perlindungan. 

"Kita tidak bisa mengintervensi negara penempatan karena mereka punya aturan sendiri. Yang bisa kita lakukan adalah mencegah dari sini. Yaitu, bagaimana menertibkan perusahaan P3MI agar mengikuti prosedur yang ada dan memberikan sosialisasi edukasi secara massif agar program zero unprocedural PMI ini dapat tercapai," ucap Aryadi. 

Dalam mewujudkan program PMI zero unprocedural ini harus dimulai di tingkat hulu, yaitu Kepala Desa dihimbau untuk selejtif mengeluarkan rekomendasi. 

"Kita harus punya komitmen dan keberanian untuk betul-betul memastikan warga kita yang berangkat ini secara prosedural agar bisa mendapatkan perlindungan. Karena melindungi PMI yang berangkat sama dengan melindungi keluarga mereka di sini," tegas mantan Irbansus pada Inspektorat NTB tersebut. 

Lebih lanjut, Kepala BPJS Ketenagakerjaan NTB Adventus Edison Souhuwat menjelaskan bahwa 10.000 perlindungan sosial yang diberikan berupa JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja) dan JKM (Jaminan Kematian) kepada petani dan buruh tani tembakau. 

Dengan iuran Rp 16.800/bulan, manfaat yang diperoleh, antara lain: pertama, jika peserta mengalami kecelakaan kerja, dengan program JKK biaya perawatan RS akan dicover seluruhnya oleh BPJS. Kemudian, selama petani belum bisa direkomendasikan bekerja oleh dokter, maka selama setahun upahnya akan dibayarkan 100%. Jika lewat 12 bulan menurut dokter masih belum bisa kerja, maka akan diberi 50%. Apabila karena kecelakaan mengalami cacat, akan diberikan santunan cacat. Jika peserta mengalami kecelakaan kerja hingga menyebabkan meninggal dunia, peserta akan diberikan 48 kali upah dan santunan berkala Rp 200.000 sebulan selama 12 tahun yang dibayar secara lunas. 

Manfaat lainnya yaitu, dua orang anaknya akan diberikan beasiswa untuk melanjutkan sekolah. Untuk tingkat TK-SD akan diberikan 1,5 juta rupiah, SMP 2 juta rupiah, SMA 3 juta rupiah dan Perguruan Tinggi 12 juta rupiah pertahunnya. Sehingga, totalnya 140juta rupiah untuk dua orang anak. 

Program yang kedua, JKM (Jaminan Kematian), manfaatnya yaitu jika peserta meninggal bukan karena kecelakaan kerja, maka akan mendapatkan santunan sebesar 42 juta rupiah dan anaknya juga diberikan beasiswa. 

Lebih lanjut, Edison juga mengungkapkan bahwa berdasarkan data, pekerja non-ASN di NTB yang telah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan sudah 100%. Harapannya ke depan tokoh agama lintas agama, guru ngaji maupun marbot juga mendapatkan perlindungan.

0 Komentar





Type and hit Enter to search

Close