Mataram, DTulis.com - Seorang Pemuda pedagang kopi asal Sumbawa kini harus rela berdagang kopi di emperan toko di jalan irigasi dan harus mendorong gerobaknya kurang lebih 1,5 KM dari tempat Kos nya di wilayah Tanjung Karang.
Pekerjaan itu ihklas dilakukan karena demi menghidupi dan biaya kuliah dirinya yang saat ini duduk di semester 5 di salah satu fakultas Universitas NU Mataram.
Keadaan itu dilakukan akibat ulah Pol PP kota Mataram yang kira-kira satu bulan lalu mengangkut meja dan kursi berjualannya di jalan Majapahit tepatnya depan kantor LHK dimana pemuda ini berjualan dengan menyewa lokasi semi ruko seharga 17 juta rupiah pertahun dengan nama kedai kopi KAWAPE.
Saat media ini mewawancarai pemilik yang bernama Marta (24) asal Empang Sumbawa ini mengatakan sangat terpukul dan merasa kecewa dengan tindakan yang dilakukan Pol PP kota Mataram yang mengangkut 50 Kursi dan 15 meja kedainya untuk berjualan tanpa ada pemiliknya.
Marta juga menceritakan bahwa tidak ada informasi ataupun surat apapun yang diterima terkait teguran atau larangan berjualan, karena dirinya tidak pernah merasa menggunakan fasilitas negara untuk berjualan seperti jalan umum ataupun trotoar. Ia menganggap berjualan di tempatnya sendiri karena tempat yang berbentuk lokal semi ruko tersebut telah disewanya pertahun.
"Saya cukup kecewa dengan tindakan Pol PP yang mengangkut barang saya tanpa pemberitahuan dan tanpa ada saya selaku pemilik,"jelas Marta.
Ia menceritakan, bahwa kejadian itu mungkin memang harus diterimanya, iapun menyadari dan memahami, oleh karena itu tidak membuat nya putus semangat meski harus kehilangan belasan juta rupiah karena lokal yang dikontraknya tidak boleh lagi berjualan. Untuk itu dia memutuskan untuk berjualan keliling sambil mencari tempat yang bisa digunakan untuk jualan meskipun harus bongkar pasang setiap hari dan harus mendorong gerobak kopinya dari kosnya yang lumayan jauh.
Marta pun memutuskan untuk mendatangi kantor Pol PP untuk mengambil perlengkapan yang diangkutnya. Selang dua Minggu dari peristiwa itu Marta menghadap. Namun terpaksa harus kecewa karena tidak diijinkan untuk membawa pulang meja dan kursi tersebut, lantaran belum ada keputusan Kasat Pol PP, sementara rekannya yang berjualan disebelahnya yang juga peralatannya diangkut namun saat itu diperbolehkan bawa pulang kembali.
"Disitu saya merasakan kecewa, saya bertanya-tanya kenapa rekannya itu dikasih bawah pulang peralatannya sementara saya kok tidak dikasih,"ucapnya sambil bertanya-tanya.
Iapun tidak ingin berfikir terlalu rumit dan meninggalkan kantor PolPP, karena dalam benaknya mungkin pak Kasat PolPP belum datang atau belum kasih keputusan.
Dua Minggu kemudian Marta sipemilik kedai kopi datang lagi ke kantor pol PP kota Mataram dengan maksud yang sama seperti kedatangannya dua Minggu lalu. Akan tetapi ia tidak mengira kalau jawaban yang sama akan diterima lagi yaitu tidak diberikan ijin mengambil peralatan yang sita dikarenakan belum ada perintah dari Kasatnya.
"Belum bisa kami berikan karena belum ada perintah bos apakah diijinkan atau tidak mengambil peralatan tersebut,"beber Marta sambil meniru ucapan salah satu petugas Pol PP kota Mataram yang ditemuinya saat itu.
"Saya seakan putus asa untuk memperjuangkan hak milik saya. Dalam hati saya berkata segini tega kah pemerintah dalam melakukan tindakan kepada orang biasa seperti saya ini. Saya melihat tidak ada rasa kasihan sedikitpun kepada saya saat saya memelas meminta kursi dan meja saya dikembalikan,"tutupnya.
0 Komentar