Breaking News

Dugaan Skandal Server Ilegal dan Uang Hilang Rp135 Miliar, NTPW Desak Audit Investigasi Bank NTB Syariah


Mataram,  DTulis.com – Gonjang-ganjing pengelolaan Bank NTB Syariah kembali mencuat ke permukaan. Diduga kuat, kerugian senilai Rp135 miliar yang dialami bank milik daerah tersebut berkaitan erat dengan penggantian vendor server tanpa izin Bank Indonesia (BI). Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum NTB Transparancy And Policy Watch (NTPW), Abdul Hakim, berdasarkan informasi yang diperolehnya dari sumber terpercaya.

Server Diganti Diam-diam, Tanpa Izin BI
Menurut pria yang akrab disapa Bang Akim, dugaan penggantian vendor server bank secara sepihak tanpa izin dari Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan pelanggaran serius terhadap tata kelola perbankan.

“Ini sangat fatal. Peraturan BI secara jelas mengharuskan setiap perubahan infrastruktur strategis, seperti server, harus seizin BI dan OJK. Jika tidak, maka statusnya ilegal dan membahayakan sistem keuangan bank,” tegas Akim, Jum’at 18 Juli 2025.

Penunjukan vendor untuk pengadaan server dan infrastruktur teknologi informasi dan elektronik (ITE) di bank daerah (Bank Pembangunan Daerah / BPD) harus mengikuti peraturan dan ketentuan yang ditetapkan oleh: 

1. Peraturan OJK yang relevan: 
  • POJK No. 38/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum.
  • SEOJK No. 29/SEOJK.03/2022 tentang Tata Kelola Teknologi Informasi.
  • POJK No. 11/POJK.03/2022 tentang Penyelenggaraan Produk dan/atau Aktivitas Bank Umum.

2. Prinsip yang harus diperhatikan dalam penunjukan vendor:
  • Due Diligence: Bank wajib melakukan penilaian terhadap calon vendor, termasuk reputasi, legalitas, dan kemampuan teknis.
  • Keamanan Data dan Sistem: Vendor wajib menjamin keamanan data nasabah dan sistem bank (termasuk server).
  • Pemenuhan Standardisasi: Vendor wajib mematuhi standar ISO 27001, PCI DSS, dan ketentuan lokal lainnya.
  • Transparansi dan Akuntabilitas: Proses pemilihan vendor harus dilakukan secara terbuka dan terdokumentasi.
  • Kewajiban Lokalisasi Data: Untuk layanan cloud atau outsourcing, data nasabah wajib disimpan di dalam wilayah Indonesia (sesuai dengan regulasi OJK dan BI).
  • Perjanjian Kerja Sama (PKS): Harus memuat SLA (Service Level Agreement), exit strategy, hak audit, dan klausul perlindungan data.
Ia menambahkan, server baru yang digunakan sejak 2023 itu diduga tidak terkoneksi dengan sistem BI dan rentan terhadap peretasan. Dugaan ini terbukti saat bank mengalami serangan siber (hack) menjelang Idul Fitri lalu, yang diduga menyebabkan raibnya dana cadangan umum bank senilai Rp135 miliar.

Uang Hilang, Direksi Lempar Tanggung Jawab

Kejadian peretasan ini memicu kekisruhan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) terakhir. Awalnya, berdasarkan sumber terpercaya menurut Akim, direksi bank berupaya mengalihkan tanggung jawab kerugian kepada institusi bank. Namun, RUPS menolak dan memutuskan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung jawab pribadi direksi yang mengganti vendor tanpa izin.

“Keputusan mengganti server diduga diambil tanpa alasan teknis yang jelas dan disinyalir masih dalam masa kontrak vendor lama. Jadi jelas, ini pelanggaran. Direksi harus bertanggung jawab, bukan membebankan keuangan bank,” tegas Akim.

Desakan Audit Investigasi: Mengapa Gubernur NTB Bungkam?
Sementara itu anggota Komisi III DPRD NTB, H Muhammad Aminurlah, mengungkapkan dalam RUPS terakhir, telah dikeluarkan rekomendasi resmi untuk dilakukan audit investigasi menyeluruh terhadap pengelolaan Bank NTB Syariah, terutama menyangkut hilangnya dana dan dugaan korupsi dalam pemberian kredit bermasalah. Namun hingga kini, Gubernur NTB sebagai pemegang saham mayoritas belum juga menindaklanjutinya.

“Ini jelas menunjukkan lemahnya political will gubernur. Rekomendasi RUPS adalah mandat yang wajib dilaksanakan. Jika tidak, maka publik patut curiga ada yang ingin ditutup-tutupi,” kata anggota Dewan yang dikenal vokal ini.

Modus Lain: Sangon Diam-diam hingga Kredit Macet Puluhan Miliar

Tak hanya masalah server dan dana hilang,  Muhammad Aminurlah atau akrab disapa Bang Maman ini juga mengungkap dugaan adanya upaya diam-diam mencairkan sangon 48 kali gaji kepada salah satu mantan direktur, senilai hampir Rp3 miliar.

“Kalau tidak ada intervensi dari salah seorang tokoh yang mendapatkan bocoran soal itu, uang itu mungkin sudah cair. Ini sistem sudah sangat tidak sehat. Ada elite bank yang masih bermain di dalam,” ujarnya.

Maman juga menyinggung soal adanya dugaan kredit bermasalah ratusan miliar yang diberikan kepada pihak tertentu, namun diduga kuat tidak sepenuhnya sampai ke penerima dan agunan yang diagunkan diduga tidak sesuai dengan nilai kredit. “Ada potensi penyimpangan yang sangat serius. OJK hanya mencatat berdasarkan dokumen, tapi tidak menyentuh substansi aliran dana sebenarnya,” ungkapnya.

Bangkrut atau Turun Kelas? Ancaman Nyata Bank NTB Syariah saat ini, dengan dugaan hilangnya dana besar dan kepercayaan nasabah yang mulai terkikis, Bank NTB Syariah terancam turun kelas menjadi BPR (Bank Perkreditan Rakyat). Terlebih, bank belum memenuhi ketentuan modal inti minimum yang kini dinaikkan menjadi Rp6 triliun oleh OJK.

“Kalau ada gelombang penarikan dana besar-besaran (RUSH), bank ini bisa kolaps. Makanya penting segera ada audit investigasi menyeluruh sebelum penunjukan manajemen baru,” ujarnya.

Tuntutan Mendesak: Transparansi, Audit, dan Tanggung Jawab Maman dan NTPW sepakat bahwa masalah ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Pemerintah Provinsi dan OJK harus bersikap tegas.

“Kita sedang bicara uang rakyat. Jangan tunggu bank ini ambruk dulu baru bergerak. Audit harus dilakukan sekarang juga, dan siapapun yang lalai harus bertanggung jawab,” tutupnya. 

0 Komentar


PERINGATAN!!! :
"Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi".

Type and hit Enter to search

Close